2019 menjadi tahun kembalinya Narasi dengan Playfest. Untuk kali ini, Playfest 2019 mengusung tema See More, Experience Many, di mana semua yang datang dapat bersama-sama melihat dari berbagai sisi dan memiliki beragam perspektif di bidang kreatif. Pengunjung bisa berkolaborasi dengan para kreator konten kenamaan, belajar langsung dari para pelaku industri kreatif, dan bersenang-senang lewat rangkaian instalasi seni dan pertunjukan musik dalam satu rangkaian event.
Salah satu titik yang selalu padat penonton adalah panggung Talks di area Experience Ideas. Untuk hari pertama pada Sabtu (24/8), dibuka oleh duet Mira Lesmana dan Riri Riza yang ternyata di tahun ini sudah 20 tahun berkarya bersama! Luar biasa banget, beb. Mereka kemudian berbagi proses kreatif membuat film mulai dari ide hingga terwujud dalam bentuk film, dengan tajuk “Pitch to Premiere”.
Dalam membuat film, Riri Riza selalu ingat bahwa hal tersebut adalah seni kolaborasi dan semua orang perlu berkontribusi. Mulai dari penulis skenario, makeup artist, stylist, cameraman, juga cast (para aktor dan aktris) semuanya harus berkolaborasi.
Misalnya saja pada film terbaru Miles Films, Bebas, yang akan tayang di bioskop sejak 3 Oktober 2019. Film tersebut merupakan adaptasi dari film Korea berjudul Sunny. Struktur film tersebut menurut Mira sangat bagus tetapi ia ingin agar film Bebas “lebih Indonesia” sehingga sebagai penulis skenario, Mira melakukan riset pop culture di Indonesia tahun 90-an.
“Setting tempatnya kita pilih Jakarta, pada akhirnya kita jadi tahu sudut-sudut di Jakarta yang masih 90-an. Setting waktunya tahun 1995 – 1996 dan 2019. Ada jarak yang sangat jauh. Generasi 90-an itu gaya bahasanya sangat khas, ekspresif. Tahun 90-an juga masa-masa musik pop Indonesia sedang bangkit. Di samping itu juga dekat dengan momen peristiwa 1998. Hal-hal utama itu harus masuk ke dalam skenario,” ungkap Mira.
Oleh karenanya, meski skenario telah matang, film menurut Riri kadang memiliki keajaibannya sendiri. Pada saat proses syuting dan editing bisa terjadi berbagai perubahan sudut pandang. Mira dan Riri juga memilih untuk selalu fokus pada satu film saja dalam satu tahun agar hasilnya selalu maksimal, walaupun setiap filmnya selalu mendulang kesuksesan.
Dalam sesi selanjutnya, Dimas Djayadiningrat atau biasa dipanggil Dimas Djay memberi materi dengan judul “The Reality of Creativity”. Dimas kemudian mengungkap hal-hal menarik di balik semua karyanya. Dimulai dari proses belajar mandiri hingga teori ‘adapt, learn, improvise, reform, dan repeat’. Melalui proses panjang tersebut, Ia mendapatkan kesadaran untuk terus berfokus pada manusia. Alih-alih ‘memuji’ mesin dan segala perkembangannya, konten-konten yang dibuat harus tetap ditujukan pada penonton, manusia. Wah, pantas saja karya-karya Dimas Djay selalu menarik ya, beb.
Namun, mementingkan audiens bukan berarti memiliki fantasi viral. “Resep viral itu nggak ada, jadi stop berpikir bagaimana cara untuk menjadi viral atau lucu.” tuturnya. Mengesampingkan unsur viral, justru ide dan komunikasi lah yang menjadi kunci. Tentu di dalamnya terdapat unsur orisinalitas yang harus diperhatikan.
Setelah itu, langkah berikutnya adalah mengkomunikasikannya. Langkah ini memang tidak mudah, oleh sebab itu sebuah presentasi mestinya tidak boleh dipandang sepele. Pada kesempatan ini juga, Dimas membocorkan senjata utamanya, yaitu selipan hook dan twist yang seringkali terlupa saat presentasi ide. Layak dicoba, nih, kalau kamu sedang mempersiapkan presentasi ide baru.
Penutupnya, Dimas berpesan untuk tidak larut dalam kesalahan. “Kesalahan memang pahit, tapi itu adalah sebuah ilmu baru yang bisa dimanfaatkan untuk tidak salah lagi” tutur Dimas menutup sesi talks malam pertama Playfest 2019. Nah, kamu yang ikut Playfest 2019 hari pertama, apa yang paling berkesan buatmu? Share, yuk!