“Mau nulis status tapi takut dipidanakan. Gimana nih?”
Sebagai perempuan yang aktif berkegiatan dan ingin selalu update tentang kondisi terkini yang terjadi di negeri sendiri bahkan dunia, kita kerap gak bisa pisah dari gadget dan internet. Baik tentang berita yang memang kita butuhkan atau sekadar ingin mengetahui informasinya saja. Seringkali saat sedang fokus pada suatu pemberitaan di media massa, lalu melakukan riset atas kebenarannya dan menemukan hal janggal, biasanya kita lantas gak sabar untuk mengunggah opini kita terhadap isu tersebut di media sosial. Sayangnya, nih, kita juga sering mengerem keinginan kita untuk berpendapat hanya karena takut terjerat kasus hukum pelanggaran pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dianggap salah bicara, lalu dipidanakan. Berupaya mencari keadilan atas perlakuan gak adil yang didapatkan, tapi malah dilaporkan. Ingin menagih hak kebebasan berekspresi, tapi masih terancam denda atau kurungan penjara. Ah, polemik seperti ini memang harus terus diwaspadai ya, girls! Apalagi ditambah dengan kasus-kasus tuduhan pelanggaran UU ITE yang semakin marak dilaporkan seperti yang sedang banyak diberitakan.
Kasus Baiq Nuril, korban pelecehan yang terkena hukuman penjara
Berkaca dari kasus yang akhir-akhir ini sedang viral di media sosial tentang putusan Mahkamah Agung (MA) yang memberikan hukuman penjara 6 bulan dan dengan Rp 500 juta untuk Baiq Nuril, staf honorer SMAN 7 Mataram, karena dianggap telah melanggar Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE, agaknya kita memang harus lebih berhati-hati lagi ketika menggunakan gawai dan media sosial, nih. Seperti yang diberitakan di media massa, Nuril dilaporkan oleh kepala sekolah di tempatnya bekerja pada 2015 silam, karena telah merekam pembicaraan si kepala sekolah dengan dirinya melalui sambungan telepon. Dalam obrolan lewat telepon tersebut, si kepala sekolah menceritakan tentang hubungan seksualnya dengan seorang perempuan. Awalnya, Nuril berniat merekam obrolan tersebut karena ingin mengumpulkan bukti bahwa pelecehan seksual itu benar terjadi kepada dirinya. Nuril juga mengaku, bahwa si kepala sekolah kerap melakukan pelecehan seksual secara verbal terhadap dirinya, baik melalui telepon maupun bertatap muka.
Uniknya dalam kasus tersebut, Nuril hanya merekam dan bukan menyebarkan. Rekaman suara tersebut disebarkan oleh rekan Nuril yang bernama Imam Mudawin kepada Dinas Pendidikan Kota Mataram dan lainnya. Tetapi dalam hal ini malah Nuril yang dilaporkan oleh kepala sekolah, dan bukan si penyebar. Putusan MA pada September 2018 ini terhadap kasus Nuril sempat menuai protes dari Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR,) Anggara, yang menilai bahwa vonis tersebut kurang hati-hati dan gegabah. Sebab, dalam hal ini bukanlah Nuril yang menyebarkan. Kondisi seperti ini tentunya membuat kita menjadi lebih awas ketika mengetahui atau mengalami suatu peristiwa dan mencari keadilan. Rasanya, makin kesini para penganut kebebasan berekspresi harus bersiap untuk dibungkam, mengingat jumlah laporan pelanggaran pasal dalam UU ITE ini yang semakin merebak.
SAFEnet mencatat ada sekitar 245 laporan kasus UU ITE di Indonesia dan juga ada yang berasal dari pesan singkat
Seperti yang dilansir dari Tirto, menurut monitoring Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) sebagai jaringan sukarela yang membela kebebasan berekspresi dan hak di digital di Asia Tenggara, terdapat sekitar 245 laporan kasus yang terkait dengan pelanggaran UU ITE di Indonesia. Banyak dari pelaporan tersebut yang berawal dari unggahan ekspresi dan kritik terlapor di media sosial, yang kemudian dilaporkan dengan memakai pasal 27 ayat (3) yang cenderung dikaitkan dengan materi bermuatan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Uniknya lagi, platform di media sosial yang sering dilaporkan itu gak cuma berasal dari Facebook, Twitter, dan Youtube, tetapi ada juga yang dilaporkan dengan menggunakan sarana lain seperti pesan singkat, yang dalam hal ini berupa Short Message Service (SMS), aplikasi Whatsapp, dan BlackBerry Messenger (BBM). Padahal, ketiga sarana tersebut pada umumnya bukan bersifat publik, tapi tetap saja bisa menjadikan si pengguna sebagai pihak terlapor.
Banyak dari pelaporan tersebut yang berawal dari unggahan ekspresi dan kritik terlapor di media sosial, yang kemudian dilaporkan dengan memakai pasal 27 ayat (3) yang cenderung dikaitkan dengan materi bermuatan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik.
Dengan kata lain, tindakan awas ketika menggunakan media sosial tentunya gak hanya melalui platform bersifat publik yang mudah diakses banyak orang saja. Melainkan, kita juga harus berhati-hati ketika menggunakan fitur chatting yang meskipun hanya ditujukan kepada satu atau beberapa orang saja. Sepertinya, untuk persoalan yang juga menyangkut komunikasi pribadi dua arah ini belum mendapatkan pasal yang tepat terkait pelanggaran UU ITE ini ya, girls!
Hindari paparan konten negatif yang memicu hujatan secara langsung dan terus-menerus
Untuk menghindari penyebab yang bisa saja menyerang kita dan membuat kita gak berpikir panjang ketika mengunggah status atau komentar di media sosial, ada baiknya kalau kita berhenti mengakses konten yang mengandung hal-hal negatif dan mengakibatkan munculnya rasa kebencian. Terlebih, untuk kamu yang sudah terbiasa berpendapat di ruang publik dan rasanya gak tenang kalau tidak mengeluarkan gagasanmu untuk diketahui orang, sebaiknya kamu lebih memilah lagi mana persoalan yang terkesan super sensitif dan persoalan yang masih bisa terbuka bebas untuk mengekspresikan opinimu.
Biasanya, konten negatif yang berdasar pada pelanggaran suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) memiliki massanya sendiri yang aktif mantengin pendapat netizen dan sensitif terhadap segala bentuk kritik yang disampaikan. Nah, agar kamu tetap bisa bebas mengekspresikan segala pendapatmu dalam bentuk gagasan tertulis maupun ilustrasi, ada baiknya nih, kalau kamu ketahui dulu beberapa isi pasal dalam UU ITE berikut ini supaya kamu gak mudah terjerat kasus hukum yang malah membawamu ke penjara. Beberapa aturan dalam UU No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang UU ITE pada pasal 45 adalah sebagai berikut:
Beberapa Isi Pasal dalam UU ITE yang mesti diketahui
- Memuat pelanggaran susila
Pasal 45 ayat (1): Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
- Memuat perjudian
Pasal 45 ayat (2): Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
- Memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
Pasal 45 ayat (3): Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
- Memuat pemerasan dan/atau pengancaman
Pasal 45 ayat (4): Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
- Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
Pasal 45A ayat (1): Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
- Menyebarkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
Pasal 45A ayat (2): Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Lebih cerdas dan kreatif ketika mengunggah pendapat di media sosial
Setelah mengetahui isi dari beberapa pasal di atas yang bisa saja kamu langgar tanpa disadari, kamu tetap bisa mengekspresikan pendapatmu tanpa harus takut lagi terjerat hukum yang mengatasnamakan pelanggaran pasal dalam UU ITE tersebut. Ada baiknya juga agar kamu gak buta hukum, sehingga jika kelak ada yang melaporkan post di media sosial dengan alasan pelanggaran UU ITE, kamu bisa membuktikan bahwa kamu gak melanggar pasal apapun dengan pedoman pasal-pasal yang sudah kamu pahami itu, girls! Sebab, bagaimanapun kebebasan berekspresi mestinya tetap dijunjung tinggi di negeri yang bersistemkan demokrasi ini. Akan tetapi, kalau melihat isi pasal dari undang-undang karet tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini, rasanya kita harus selalu siap untuk membatasi pendapat apa yang mesti kita keluarkan dan yang tetap kita jaga dalam pikiran saja.
[interaction id=”5befc57d3cea786a87553cb6″]
Well, sebagai pengguna media sosial yang bisa dengan mudahnya mengakses teknologi informasi di jagad maya ini, kita dihadapkan pada situasi dimana gagasan dapat bergulir dan berkembang cepat di masyarakat. Terlebih, kita hidup di negara yang kini mengusung tinggi kebebasan berekspresi yang mestinya membuat siapa saja bebas mengeluarkan pendapatnya. Sayangnya, hal itu dibarengi dengan munculnya UU ITE yang membatasi kebebasan berekspresi dan juga memudahkan siapa saja untuk melaporkan ketidaksukaannya pada suatu opini atau kritikan. Tentu siapa saja boleh melaporkan sesuatu atas rasa ketidaknyamanan apabila pihak yang terlapor memang benar melakukan kesalahan. Masalahnya, persoalan pribadi yang kini sering kali diumbar di media sosial malah menimbulkan celah untuk melaporkan perilaku yang dianggap tidak menyenangkan itu ke ranah hukum. Seperti kasus yang dialami Baiq Nuril sebagai korban yang semestinya dilindungi dan malah terjerat hukuman yang padahal bukan dialah penyebarnya.
Rasanya, memang hanya ada satu kunci bertahan hidup di era teknologi informasi yang semakin canggih ini girls, yaitu berhati-hati ketika bertindak. Terlebih menuliskan pendapat, gagasan, maupun ketika mengeksekusi rencana dalam mencari keadilan. Baik di ruang publik, maupun di ranah pribadi.