Jadi Perempuan Super di Zaman Penuh Tantangan Ini, #SiapaBilangGakBisa? Terapkan 5 Hal Ini dalam Keseharianmu!
Jadi Perempuan Super di Zaman Penuh Tantangan Ini, #SiapaBilangGakBisa? Terapkan 5 Hal Ini dalam Keseharianmu!
Sejak zaman dahulu hingga sekarang, perempuan seolah terlahir dengan memikul segudang ekspektasi dan atribusi yang diberikan oleh keluarga, bahkan masyarakat. Mau gak mau, kita merasa perlu untuk memenuhi harapan-harapan tersebut. Tantangan muncul ketika seorang wanita berusaha “melawan arus” dengan melakukan hal-hal yang dianggap seharusnya dilakukan oleh kaum hawa. Melalui gerakan #SiapaBilangGakBisa, Pantene berusaha membuktikan bahwa perempuan Indonesia bisa berdaya bahkan unggul di luar peran gender yang selama ini diatribusikan pada seorang wanita.
Digelar di GIA Restaurant Sampoerna Strategic Squarepada Selasa (14/8) lalu, Pantene mengampanyekan program #SiapaBilangGakBisa untuk mendukung perempuan Indonesia agar mau keluar dari segala hambatan dan tuntutan masyarakat yang membuatnya tidak bebas berekspresi. Acara ini dihadiri oleh aktris berbakat Raline Shah selaku Brand Ambassador Pantene, penyanyi Agatha Suci, entrepreuner Angkie Yudistia, serta Direktur Konstruksi MRT Jakarta, Silvia Halim. Keempatnya menginspirasi perempuan Indonesia melalui cerita yang dibagikannya di tengah acara.
Tak hanya dari keempat pembicara tersebut saja, campaign ini juga turut memberikan dukungan kepada perempuan Indonesia agar menjadi kuat dan percaya diri dengan membagikan kisah inspiratif dari perempuan Pantene lainnya, lho girls. Yuk, simak beberapa hal yang dapat kamu tiru dan terapkan dalam kehidupanmu sehari-hari di bawah ini:
1. Pentingnya kesempatan belajar dan kecerdasan menyeimbangkan waktu
Tentunya perjalanan meraih impian itu tidaklah mudah dan harus melewati beragam rintangan yang perlu kamu hadapi dengan cerdas. Makanya, sebagai perempuan yang kuat, memiliki keahlian saja gak cukup, kamu juga harus punya otak yang cemerlang agar kerja kerasmu gak lantas menguras seluruh tenagamu begitu saja.
Sebelumnya, Pantene melakukan survei terhadap 555 perempuan pengguna internet dengan rentang usia 18-35 tahun pada Mei 2018 lalu. Dalam survei tersebut, ditemukan sekitar 91% perempuan indonesia yang mengaku ingin berkeluarga sekaligus berkarir namun terhalang kendala. 48% diantaranya karena tidak mendapat kesempatan belajar, 38% merasa harus menyeimbangkan pekerjaan dan pendidikannya, dan 28% lainnya harus berjuang melawan ekspektasi dan kritikan sosial masyarakat. Dari data tersebut, bisa dipahami, dong girls, untuk mewujudkan keinginan itu butuh pikiran yang bijak, keyakinan yang kuat, serta kerja keras agar cita-citamu gak berhenti di kolom “to do list” saja.
Seperti pengakuan Maudy Ayunda yang dibagikannya dalam cerita di balik wanita kuat versi Pantene. Ia menyatakan bahwa mempelajari segala sesuatu adalah hobinya. Maudy menyadari, bahwa menjadi perempuan itu harus mampu mendefinisikan apa yang bisa dilakukannya dan apa yang ingin dilakukannya. “Learning is a hobby of mine, and this creative industry is one that has allowed me to have positive impact on my community,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu pula, penyanyi Agatha Suci mengajak kita agar mau mengejar ketertinggalan. Sebagai ibu dari dua orang anak berkebutuhan khusus, Agatha merasa bahwa perjuangannya itu gak mudah dan gak memiliki batas waktu, jadi sampai kapanpun itu ia akan terus maju dan gak akan pernah berputus asa.
Selain pendidikan yang layak dimiliki, perempuan juga patut menancapkan tekad yang bulat dalam dirinya. Sebagai momstar sekaligus rockstar dunia, Anggun bercerita bahwa dalam hidupnya ia mempunyai mimpi yang harus diperjuangkan dengan kerja keras, mengabaikan komentar-komentar negatif dari masyarakat, juga belajar untuk berkata tidak. Ia juga kerap diremehkan karena statusnya sebagai seorang ibu yang bekerja di luar. Meski begitu, putrinya Kirana, tetap menjadi prioritasnya nomor satu. Anggun juga berhasil membuktikan bahwa prestasinya dapat membuat putrinya bangga dan menjadikannya sebagai panutan hidup. Sedikit rahasia sukses yang dibagikannya untukmu, girls, segalanya berawal dari cinta, kejujuran, dan komunikasi.
Beda lagi dengan pengalaman Angkie Yudistia, pendiri Thisable Enterprise, yang dulunya kerap dianggap sebelah mata, kini telah menunjukkan keberhasilannya. Program kemandirian ekonomi yang didirikannya telah melahirkan lebih dari 1.000 insan bertalenta. Angkie yang juga bisa memberi bukti nyata bahwa anggapan orang tentang statusnya sebagai perempuan dengan disabilitas pendengaran yang diragukan mampu bekerja, malah sukses membantu ribuan disabilitas untuk berdaya bersama.
Di tengah acara yang sungguh menginspirasi ini, Raline Shah juga bercerita tentang orang-orang yang sibuk mempermasalahkan status lajangnya. Pertanyaan “kapan kawin?” seringkali muncul. Namun, Raline malah mengabaikannya. Ia telah yakin dan bahagia dengan kehidupan yang dijalaninya sekarang ini. Baginya, hanya dirinyalah yang tahu lelaki seperti apa yang diinginkannya, dan hanya dia pula yang tahu kapankah dirinya bisa menjadi versi terbaik untuk pasangannya kelak. Baginya setiap orang punya timeline sendiri untuk menikah. Lagipula saat ini Raline sudah merasa bangga menjadi dirinya sendiri dan senang menjadi perempuan yang mandiri. “Sehat secara fisik, mental, dan spiritual membuat kita kuat dengan atau tanpa pasangan.” akunya.
4. Bekerja di proyek yang didominasi laki-laki? Kenapa tidak?
Adakah di antara kamu yang bercita-cita ingin bekerja di bidang yang mungkin dianggap tidak lazim bagi seorang perempuan? Belajar dari Silvia Halim, Direktur Konstruksi MRT Jakarta, yang percaya bahwa meskipun konstruksi adalah dunia kerja yang didominasi laki-laki, hal itu tidak boleh membatasi langkahmu dalam meraih tujuan. Sebelum meraih keberhasilannya saat ini, ia sempat merasa janggal ketika di tengah perjalanan karirnya di Singapura rekan kerja laki-lakinya malah mendapat promosi kerja lebih dulu hanya karena dia mengikuti wajib militer padahal mereka seangkatan. Ternyata, diskriminasi di tempat kerja ia sadari nyata adanya. Namun, situasi seperti itu tak menghentikan usahanya. Jika Silvia Halim mampu mewujudkan tujuannya untuk berpartisipasi di jajaran proyek besar seperti MRT Jakarta di mana ia menjadi direkturnya, kenapa kamu tidak?
Bagi Najwa Shihab, keuntungan menjadi jurnalis perempuan adalah memiliki sensitivitas dan empati yang tinggi, sehingga dapat lebih jeli ketika melihat sesuatu yang tersembunyi. Nana, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa bekerja menjadi jurnalis tidak cukup hanya menguak dan menggali fakta, lebih dari itu ia percaya bahwa publik kini makin cerdas dan kritis, juga semakin mampu menggunakan akal sehatnya. Maka dari itu, menjadi jurnalis juga harus berani menantang jawaban yang tak masuk akal. Nana juga mengajak perempuan Indonesia untuk berbagi kekuatan, sebab menurutnya, perempuan yang kuat itu menguatkan yang lain.
Mendapat kesempatan untuk berkontribusi memajukan negeri pasti menjadi salah satu impian perempuan kuat di Indonesia. Meskipun pada kenyataannya ada banyak rintangan yang menghadang, namun mengubah halangan menjadi tantangan akan berdampak lebih positif bagi perkembangan daya cipta. Perempuan yang mau bekerja keras, yang mampu belajar lebih cerdas, dan berani mendobrak keraguan akan semakin dekat dengan pembuktian bahwa kamu bisa menjadi perempuan yang unggul di luar ekspektasi. Jadi, #SiapaBilangGakBisa?