Saat sedang ingin melakukan sesuatu, mungkin kita sering merasa berprasangka negatif terhadap apa yang akan terjadi. Padahal, belum tentu kenyataannya akan seperti itu. Jika kamu secara sadar atau tidak sering merasakan hal ini, maka kamu tidak sendirian.
Dilansir dari brit.co, pada dasarnya manusia secara biologis memang senang berpikir negatif. Dalam sebuah buku berjudul Hardwiring Happiness: The New Brain Science of Contentment, Calm, and Confidence yang ditulis oleh Dr. Rick Hanson, dibahas sebuah konsep psikologis prasangka negatif yang ada di dalam otak.
Ternyata, otak manusia sudah melekat dengan prasangka negatif. Tapi kabar baiknya, Dr. Rick Hanson dan beberapa peneliti lainnya percaya bahwa ada kemungkinan bagi otak mengubah kekhawatiran prasangka negatif itu menjadi pemikiran positif dan rasa syukur.
1. Mengapa kita bisa berprasangka negatif?
Prasangka negatif ini juga bisa disebut sebagai “negativity bias”. Ada banyak teori yang menunjukkan mengapa hal ini bisa terjadi. Salah satu teori yang paling dominan menyebutkan prasangka negatif ini bisa ada di dalam diri manusia, karena dapat membantu manusia dalam menghindari manusia dari bahaya.
Dengan bereaksi lebih kuat terhadap rangsangan negatif, kita dapat menghindari bahaya dan akan mengambil risiko lebih sedikit ketika ada ancaman. Di zaman pra sejarah dulu, negativity bias ini sangat berguna karena manusia purbakala menggunakan prasangka negatifnya untuk menghindari diri dari predator. Namun sayangnya, di zaman modern seperti sekarang kita cenderung membiarkan prasangka negatif sebagai penghalang untuk berbuat sesuatu.
2. Apa Efek dari Berprasangka Negatif terhadap Diri Sendiri?
Sering berprasangka negatif pada banyak hal dapat berimplikasi kepada kesehatan, girls. Dan secara umum, orang akan berpikir bahwa berprasangka negatif tidak akan menguntungkan diri sendiri, sehingga pada akhirnya akan menciptakan ketakutan yang berlebihan. Sehingga tidak heran jika berprasangka negatif dapat memunculkan gangguan kecemasan.
3. Mengatasi Prasangka Negatif
Tentunya kita tidak mau menjadi manusia yang dipenuhi prasangka negatif setiap kali ingin bertindak sesuatu, kan? Untuk menjawab hal itu, Dr. Rick Hanson dan ilmuwan lainnya telah mengakui manfaat bersyukur untuk kesehatan mental. Dalam sebuah artikel di The Atlantic, Hanson menjelaskan bahwa dengan “melihat sesuatu dari sisi positif,” kita dapat memperkuat jalur neurologis di otak kita agar bisa bahagia.
Sangat penting untuk melihat kemungkinan-kemungkinan positif setiap kali kita memikirkan sesuatu. Dengan begitu, kita dapat mengganti prasangka negatif itu jadi pikiran positif; sekaligus tidak membiarkan prasangka negatif itu menyebar kepada banyak hal. Sehingga meskipun sedang di dalam proses yang tidak mudah, kita dapat meringankan beban melalui pikiran yang positif.
Kita mungkin sering tanpa sadar berprasangka negatif, tapi bagaimanapun kita juga layak untuk berprasangka positif supaya dapat menjalani kehidupan dengan lebih bahagia.